Sunday, October 2, 2016

Review Film "Ex-Machina"

Caleb (Domhnall Gleeson) memenangkan undian untuk datang ke fasilitas riset rahasia milik Nathan (Oscar Isaac), yang merupakan pemilik perusahaan search engine bernama Blue Book, tempat ia bekerja sebagai programmer. Tanpa pikir panjang, Caleb pun datang menuju tempat Nathan di tengah hutan yang alami nan sejuk, serta jauh dari hiruk pikuk manusia. Awalnya, Caleb tidak tahu untuk apa lagi setelah ia datang ke tempat tersebut. Setelah menandatangani surat perjanjian, Nathan pun memberitahu Caleb bahwa ia telah membuat robot dengan kecerdasan buatan, dan tugas Caleb adalah mengujinya dengan Turing Test.

Dari situlah, perkenalan awal Caleb dengan sang robot berkecerdasan buatan bernama Ava (Alicia Vikander) bermula. Dari pertemuan awal tersebut, Caleb hanya melontarkan pertanyaan-pertanyaan sederhana terkait siapa sesungguhnya jati diri Ava. Di balik layar, ada Nathan yang mengawasi dan selalu mencatat setiap perkembangan dari Ava. Semakin lama, Caleb semakin akrab dengan Ava. Sebagai ganti dari Caleb yang mencoba mencari tahu siapa dirinya, Ava pun ingin tahu lebih banyak lagi mengenai Caleb. Hingga suatu ketika, Ava membicarakan sesuatu yang bersifat menggoyahkan pemikiran Caleb di tempat tersebut. 


Tugas Caleb menguji Ava dengan Turing Test adalah untuk menguji apakah ia memang sedang berinteraksi dengan seorang manusia atau sebuah komputer/mesin. Tapi dalam benak Caleb, ia berfikir mengapa harus mengujinya jika hanya dengan melihat penampakan luarnya saja sudah seperti robot. Berbeda dengan Nathan, ia justru beranggapan bahwa dengan menunjukkan bentuk asli Ava, akankah Caleb masih berfikir ia robot dengan segala kecerdasan yang dimilikinya layaknya manusia. Dari sini, atensi saya langsung terpancing untuk mengikuti ceritanya lebih dalam lagi, termasuk tujuan misterius mengapa Nathan membuatnya.

Sejak awal, Ex Machina sudah memberikan alur yang penuh misteri tersebar, termasuk Nathan yang menurut saya adalah misteri paling utama itu sendiri. Ditambah  set lokasi yang lebih banyak dihabiskan dalam ruangan, membuat atmosfer penuh misteri dan tanda tanya dalam benak saya. Mungkinkah ada tujuan lain dari Nathan dengan memanfaatkan Caleb, pikir saya saat itu. Apalagi, Nathan begitu menjaga kerahasiaannya mengenai pengembangannya pada Ava. Ia hidup dengan anti-sosial. Sikapnya juga terkadang dingin pada Caleb terkait pertanyaan-pertanyaan yang tidak ingin dijawabnya. Di rumah bawah tanah tersebut, Nathan hanya tinggal berdua dengan pembantu wanitanya yang bernama Kyoko (Sonoya Mizuno), yang sangat jarang berbicara, dan lagi-lagi kesan misterius benar-benar ditonjolkan di sini. 

Karakter Ava sendiri digambarkan begitu sempurna dengan kemampuannya yang benar-benar mendekati manusia. Mulai dari cara ia bertanya dengan pertanyaan yang mengintimidasi Caleb, hingga bagaimana ia memilih pakaian yang tepat untuk ia pakai. Kemampuannya dalam mengolah segala pengetahuan berasal dari sinkronisasi otaknya dengan Blue Book. Seperti layaknya seorang pria bertemu dengan wanita atau sebaliknya, Caleb dan Ava tidak bisa menghindari perasaan tersebut. Saya sudah tahu bahwa hubungan Caleb dan Ava pasti akan mengarah ke sini, tapi kita hanya dapat melihat dari sudut pandang Caleb saja. Hubungan dekat antara Caleb dan Ava hanya terjadi melalui percakapan-percakapan yang awalnya merupakan bagian dari tes, kemudian berlanjut ke percakapan yang lebih bersifat pribadi. 

Caleb sudah jatuh terlalu dalam pada Ava. Kemudian ia buktikan kesungguhan cintanya itu dalam sebuahsecret plan mereka berdua. Dari titik ini, penonton semakin yakin bahwa Caleb sangat mencintai Ava, tapi tidak tahu bagaimana perasaan Ava sendiri terhadap Caleb. Benarkah Ava juga mencintai Caleb, ataukah ia murni pemrograman dari Nathan. Penonton pasti sudah bisa menduga sebelumnya, bahwa Nathan begitu terobsesinya dengan hal berbau ‘seksualitas’. Bisa jadi, Ava adalah calon ‘boneka’ yang perlu digembleng agar lebih ‘matang’ lagi, dan Caleb lah orang terpilih sebagai pengujinya. Bagaimana dengan Kyoko?, bisa saja disebut sebagai imperfect version.

Tidak banyak dialog scientific dalam film ini, membuatnya cukup mudah untuk diikuti. Penggunaan CGI yang tidak terlalu mencolok hingga ruangan yang digunakan jauh dari kesan laboratorium riset, membuat Ex Machina menjadi sci-fi yang stylish dan elegance dalam pengemasan. Ex Machina banyak mengeksplorasi sisi humanisme seperti pencarian jati diri Ava untuk menjadi manusia seutuhnya, hingga sifat egoisme Nathan dalam mencari ‘boneka’ yang sempurna. Pada akhirnya, Turing Test tersebut pun berhasil dengan jatuhnya Caleb pada Ava meski ia sendiri dapat melihat penampakan luarnya yang masih robotic